Selasa, 06 April 2010

Tentang Bahasaku


Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan penduduk suku bangsa Jawa terutama di beberapa bagian Banten terutama kota Serang, kabupaten Serang, kota Cilegon dan kabupaten Tangerang, Jawa Barat khususnya kawasan Pantai utara terbentang dari pesisir utara Karawang, Subang, Indramayu, kota Cirebon dan kabupaten Cirebon, Yogyakarta, Jawa Tengah & Jawa Timur di Indonesia.

Penduduk Jawa yang berpindah ke Malaysia turut membawa bahasa dan kebudayaan Jawa ke Malaysia, sehingga terdapat kawasan pemukiman mereka yang dikenal dengan nama kampung Jawa, padang Jawa. Di samping itu, masyarakat pengguna Bahasa Jawa juga tersebar di berbagai wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kawasan-kawasan luar Jawa yang didominasi etnis Jawa atau dalam persentase yang cukup signifikan adalah : Lampung (61,9%), Sumatra Utara (32,6%), Jambi (27,6%), Sumatera Selatan (27%). Khusus masyarakat Jawa di Sumatra Utara, mereka merupakan keturunan para kuli kontrak yang dipekerjakan di berbagai wilayah perkebunan tembakau, khususnya di wilayah Deli sehingga kerap disebut sebagai Jawa Deli atau Pujakesuma (Putra Jawa Kelahiran Sumatera). Sedangkan masyarakat Jawa di daerah lain disebarkan melalui program transmigrasi yang diselenggarakan semenjak zaman penjajahan Belanda.

Selain di kawasan Nusantara, masyarakat Jawa juga ditemukan dalam jumlah besar di Suriname, yang mencapai 15% dari penduduk secara keseluruhan, kemudian di Kaledonia Baru bahkan sampai kawasan Aruba dan Curacao serta Belanda. Sebagian kecil bahkan menyebar ke wilayah Guyana Perancis dan Venezuela. Pengiriman tenaga kerja ke Korea, Hong Kong, serta beberapa negara Timur Tengah juga memperluas wilayah sebar pengguna bahasa ini meskipun belum bisa dipastikan kelestariannya.

Bahasa Jawa adalah bahasa yang membedakan gaya bahasa secara sosial menjadi tiga tingkatan, yaitu: ngoko, madya dan krama. Selain itu dikenal pula apa yang disebut kata-kata honorifik untuk merendahkan diri dan meninggikan lawan bicara. Kata-kata ini disebut kata-kata krama andhap dan krama inggil. Bahasa-bahasa lain yang juga membedakan gaya-gaya bahasa adalah bahasa Sunda, bahasa Madura dan bahasa Bali. Di bawah ini disajikan contoh sebuah kalimat dalam beberapa gaya bahasa yang berbeda-beda ini.
Bahasa Indonesia: “Maaf, saya mau tanya rumah kak Budi itu, di mana?”
Ngoko kasar: “Eh, aku arep takon, omahé Budi kuwi, nèng*ndi?’
Ngoko alus: “Aku nyuwun pirsa, dalemé mas Budi kuwi, nèng endi?”
Ngoko meninggikan diri sendiri: “Aku kersa ndangu, omahé mas Budi kuwi, nèng ndi?”
Madya: “Nuwun sèwu, kula ajeng tanglet, griyané mas Budi niku, teng pundi?”
Madya alus: “Nuwun sèwu, kula ajeng tanglet, dalemé mas Budi niku, teng pundi?”
Krama andhap: “Nuwun sèwu, dalem badhé nyuwun pirsa, dalemipun mas Budi punika, wonten pundi?”
Krama: “Nuwun sewu, kula badhé takèn, griyanipun mas Budi punika, wonten pundi?”
Krama inggil: “Nuwun sewu, kula badhe nyuwun pirsa, dalemipun mas Budi punika, wonten pundi?”

*nèng adalah bentuk percakapan sehari-hari dan merupakan kependekan dari bentuk baku ana ing yang disingkat menjadi (a)nêng.

Dengan memakai kata-kata yang berbeda, dalam sebuah kalimat yang secara tatabahasa berarti sama, seseorang bisa mengungkapkan status sosialnya terhadap lawan bicaranya dan juga terhadap yang dibicarakan.

Namun harus diakui bahwa tidak semua penutur bahasa Jawa mengenal semuanya. Biasanya mereka hanya mengenal ngoko dan sejenis madya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Copyright 2009 Cahya Freshta. Powered by Blogger
Blogger Templates created by Deluxe Templates
Wordpress by Wpthemesfree